Sabun Herbal Tetalising Desa Dapitau
Agustus 5, 2024Penyehatan Tradisional Sebuah ‘Alat’
Agustus 12, 2024Pengaruh Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap Pertumbuhan Anak 1000 HPK
Hiduplah sebuah keluarga sederhana di Desa Tominuku, Kecamatan Alor Tengah Utara, yaitu keluarga Yakub Mamai (36) dan Samaria Makanma (35). Keluarga ini telah dikaruniai 5 orang anak. Namun, kehidupan keluarga ini tidak berjalan harmonis, Samaria sebagai ibu rumah tangga menceritakan bahwa pada tahun 2020, dia pernah mengalami kekerasan dari suaminya saat sedang mengandung anak kelima. Samaria dipukul suaminya hingga mata kirinya mengalami luka dan hampir buta. Atas kejadian ini, Samaria melaporkan suaminya ke Kepolisian Resort Alor dan suaminya mendapatkan hukuman berupa kurungan selama 14 bulan. Setelah itu, Samaria baru menyadari bahwa dia sedang mengandung. Ketika suaminya telah menyelesaikan hukumannya, Samaria telah melahirkan seorang anak laki-laki. Anak ini terlahir dengan berat badan kurang. Di usia hampir satu tahun tiga bulan, anak ini mengalami sakit. Sang ibu pasrah, dan tidak memeriksakan kesehatan anaknya ke puskesmas, karena banyak angggapan bahwa anak sakit karena perbuatan ayahnya.
Peristiwa ini dibenarkan oleh suami Samaria, yang telah melakukan kekerasan pada istrinya. Bapak Yakub mengisahkan bahwa setelah dipanggil polisi sebagai tersangka pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dia menyadari kesalahannya dan siap menjalani hukuman kurungan selama 14 bulan. Saat Yakub bebas dari masa kurungan dan melangkahkan kaki keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, ada dua pilihan yang muncul dalam pikirannya, yaitu pulang ke kampungnya atau pulang kembali ke rumah istrinya. Dari pertimbangan tersebut, dorongan terkuat dari dalam hatinya adalah pulang kembali pada istri dan anak- anaknya. Istrinya sempat menolak karena masih merasa kesal dengan perbuatannya, namun perlahan-lahan akhirnya istri, anak-anak dan keluarganya bisa menerimanya kembali.
Melangkah Menuju Perubahan
Persoalan yang terjadi antara pasangan suami istri ini berimbas pada bayi dalam kandungan sang istri. Kesehatan ibu dan janinnya terganggu, bahkan Samaria melahirkan anaknya tanpa bantuan tenaga kesehatan. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terpantau baik dari pihak pelayanan kesehatan terdekat. Suaminya beranggapan bahwa dari pihak layanan kesehatan tidak serius memperhatikan kesehatan anak-anaknya sehingga setiap tenaga kesehatan yang datang diusir olehnya. Seiring berjalannya waktu, kondisi anak semakin memburuk. Puskesmas Mainang mendengar kondisi ini dan kemudian mendatangi mereka untuk melihat keadaan ibu dan bayinya tersebut. Namun petugas puskesmas diusir dan dikejar dengan parang oleh suaminya. Hal ini membuat hampir semua tenaga medis takut mendatangi ibu dan anak tersebut. Namun pada saat UPKM/CD Bethesda YAKKUM memfasilitasi kegiatan screening TBC (Tuberkulosis) di aula Kantor Desa Tominuku, ada inisiatif dari sang ibu untuk membawa anaknya pergi dengan harapan bisa mendapat pertolongan. Anak tersebut didapati memilki postur tubuh yang memprihatinkan karena bagian pantatnya mengkerut dan belum bisa berjalan, dan berat badan kurang, sekitar 6 kg di usia 1 tahun. Sejak penemuan itu, staf UPKM/ CD Bethesda YAKKUM berusaha meyakinkan dan memberi pemahaman pada orangtuanya agar mengantar anak tersebut untuk diperiksa kesehatannya. Orangtua anak tersebut menyetujui dan membawa anak tersebut ke Rumah Sakit Umum Daerah Kalabahi. Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya gejala penyakit melainkan anak mengalami gizi buruk. Setelah kembali ke rumah, Samaria didampingi dalam meramu makanan-makanan gizi untuk anaknya. Setiap bulan penimbangan, kondisi anak dipantau terus menerus. Hingga pada tanggal 1 Juli 2023, terpantau bahwa bayi ini telah mengalami peningkatan berat badan hingga 8,1 kg. Anak tersebut juga mulai aktif dan bisa berjalan perlahan- lahan walaupun belum bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama.
Bidan Gizi yang Mendampingi
Aksamina Karmani merupakan Bidan Gizi di Puskesmas Mainang. Hampir semua ibu hamil dan bayi ada dalam pantauannya, termasuk Samaria. Ia mengatakan bahwa memang sulit bagi mereka untuk memberikan pelayanan pada Samaria dan anaknya, bahkan Samaria melahirkan juga di rumahnya sendiri. Semua cara sudah mereka tempuh, namun tidak berhasil sampai pada hadirnya UPKM/CD Bethesda YAKKUM dan Samaria ingin membawa anaknya untuk diperiksa. Aksa ikut mengantarkan anak tersebut dalam pemeriksaan di Kalabahi dan juga mengajarkan Samaria meramu makanan dan vitamin bayi. Hingga sekarang, Aksa selalu memantau perkembangan bayi pada saat posyandu atau pada saat bertemu ibu dan anaknya di Pasar Mainang.
Edukasi tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Melihat kondisi keluarga ini yang tidak mau mengobati anak mereka, staf UPKM/CD Bethesda YAKKUM membangun komunikasi dengan pihak pemerintah, puskesmas dan kepolisian. Pada akhirnya, ayah dan ibu bayi tersebut dapat ditemui, dan kemudian diberikan pencerahan mengenai kesehatan anak, serta hukum yang mengatur tentang hak-hak anak yang diperoleh. Dari penjelasan dan pendekatan-pendekatan ini, akhirnya ayah bayi bersedia untuk membawa anaknya berobat dan mulai memperbaiki kehidupan perlahan-lahan. Yakub akhirnya tergerak hatinya untuk membiarkan anaknya mendapat pelayanan kesehatan. Dalam lingkup yang lebih besar, dilakukan juga sosialisasi tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak di gereja yang menghadirkan SUPER Alor sebagai narasumber. Hal ini membuka wawasan dan pemahaman orang tentang kekerasan. Samaria juga mengikuti sosialiasi tersebut karena memang hal-hal mengenai kekerasan sedang dialaminya. Ia memilih untuk menjadi pembela dan tempat pelampiasan emosi suaminya ketika suaminya memarahi anak-anaknya. Dalam sosialisasi tersebut suaminya masih menghindari untuk tidak terlibat dalam kegiatan pada tanggal 13 Juli 2023. Suaminya yang awal tidak begitu peduli dan kasar kini telah berinisiatif dan dengan rela mengantarkan anaknya ke posyandu. Yakub juga untuk pertama kalinya mengikuti kegiatan pola asuh dan pola perilaku anak di Gereja Ebenhaizer Fungwati. Ia juga telah membuat dapur sendiri sebagai tempat masak, yang sebelumnya mereka menggunakan satu ruang saja untuk masak dan tidur. Perlahan-lahan ia mulai menjadi lebih baik dari sebelumnya.
(Mirna Lanmay)