WPA Menjadi Corong Upaya Pengendalian HIV dan AIDS di Desa Leosama
Juli 22, 2024Semangat Tulus Nutrisionis Puskesmas Mebung Tingkatkan Sinergitas Stakeholder
Juli 29, 2024Aktif Menjadi WPA karena Pengalaman di Masa Lalu
Pepatah mengatakan “pengalaman di masa lalu adalah guru terbaik”. Seseorang harus belajar dari kesalahan di hari kemarin supaya kejadian yang sama tidak terulang di masa mendatang, membenahi untuk lebih baik, dan bahkan agar orang lain tidak melakukan kesalahan yang sama. Berangkat dari latar belakang dan kejadian masa lalu, seorang ibu yang memiliki anak dengan HIV terlibat aktif sebagai kader WPA agar kejadian yang sama tidak menimpa anak-anak yang lain.
Agusta Exposto, atau yang biasa akrab dipanggil Mama Ata, adalah seorang ibu rumah tangga yang juga seorang kader posyandu. Mama Ata sudah menjadi kader posyandu sejak masih belum menikah hingga sekarang memiliki enam orang anak dan masih aktif. Ibu berusia 38 tahun ini merupakan anggota WPA Manleten, Kabupaten Belu. Anak pertama dan kedua Mama Ata merantau ke Jakarta sehingga ia tinggal bersama suami dan keempat anaknya yang lain. Mama Ata adalah salah satu orang yang hidup dengan orang dengan HIV dan AIDS (OHIDHA).
Semua bermula pada sekitar tahun 2011, saat Mama Ata sedang sibuk dengan kegiatannya sebagai kader posyandu. Pada saat itu, anaknya yang keempat berusia sekitar 4 (empat) bulan. Saking sibuknya dengan urusan posyandu, Mama Ata kesulitan untuk memberikan air susu ibu (ASI) kepada anaknya. Belum lagi, dia tidak memiliki informasi yang cukup dan alat untuk menyimpan ASI pada saat itu. Akhirnya, suaminya menganjurkan untuk bayi tersebut diberikan ASI dari ibu lain. Secara kebetulan tetangga Mama Ata juga memiliki anak usia bayi. Jadi, mereka memutuskan untuk menitipkan bayi mereka ke tetangga tersebut.
Setelah disusui ibu lain itu, pertumbuhan bayi Mama Ata mengalami gangguan. Bertambah kurusnya tubuh, diare terus-menerus, dan pertumbuhan jamur di sekujur tubuh dialami oleh bayi tersebut.
“Padahal lahirnya normal, sekitar 3,8 kg. Saya kan pikir kalau masih usia 4 bulan tetap harus diberi ASI to. Akhirnya, ya, sudah saya periksakan. Akhirnya dokter bilang kalau anak saya terkena HIV,” jelasnya.
Mama Ata dan suaminya panik dan langsung melakukan tes pada saat itu. Herannya, hasil dari keduanya adalah negatif. Setelah diperiksa lebih lanjut lagi, anak Mama Ata terkena virus HIV dari ASI yang diberikan oleh tetangganya. Tetangga yang bersangkutan tidak tahu bahwa pada tubuhnya terinfeksi virus HIV.
Semenjak kejadian itu, Mama Ata langsung memberikan pengobatan kepada anaknya. Tenaga, materi, dan semuanya telah ia kerahkan untuk kesehatan anaknya. Sejak dari kecil, anaknya sudah mengonsumsi obat. Sampai pada akhirnya, anak tersebut bertanya kepada Mama Ata, “Orang minum obat sehari, dua hari, langsung sembuh. Sebetulnya saya ini sakit apa, tiap-tiap hari kok harus minum obat?”
Akhirnya, Mama Ata memberi tahu tentang status HIV kepada anaknya. “Pada saat itu, anak saya langsung menerima dirinya. Karena mungkin dari kecil dia su minum obat itu, dia juga sehat-sehat, dan edukasi HIV dan AIDS itu sudah ia terima dari kecil,” ucap Mama Ata.
Pengalaman yang dialami oleh Mama Ata merupakan motivasi terbesarnya untuk terus aktif menjadi kader kesehatan. Bahkan ketika ada acara pelatihan, ia dihubungi dan ditawarkan untuk bergabung menjadi WPA dan mengiyakan ajakan tersebut. Ketika menjadi WPA, ia rela mengendarai motor dan menempuh jarak puluhan kilo untuk menjemput dan mengantar ODHIV yang sakit dan mengambilkan ARV ke puskesmas. Terlebih, kalau ODHIV tersebut tidak punya motor atau uang bensin, Mama Ata dengan senang hati mengantarkan ARV tersebut sampai ke rumah ODHIV.
Sampai saat ini, anak Mama Ata masih rutin mengonsumsi ARV. Terkadang juga pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan sering menghubungi untuk mengecek keadaan dirinya. “Saya berpesan khususnya untuk mama-mama di luar sana. Jangan pernah membiarkan anaknya sendiri untuk disusui oleh orang lain tanpa mengetahui status HIV-nya. Biar pengalaman ini saya saja yang merasakan. Anak saya sekarang su hidup sehat. Seringan apapun anak kita pu penyakit, kita harus rawat betul-betul,” pesan Mama Ata untuk mencegah penularan HIV.
(Novia Keren Cahyanti)