Warga Peduli AIDS, Potret Partisipasi Masyarakat Dalam Isu HIV dan AIDS
Juli 8, 2024Tak Hanya Hangat dan Menyehatkan, Ada Khasiat Ekonomi dari Minyak Urut
Juli 17, 2024Inovasi
Pengolahan Pangan Lokal
Di Posyandu
Sebuah perubahan ke arah yang lebih baik tentu dimulai dengan niat, kerja keras serta inovasi untuk menunjang dan mendukung perubahan tersebut. Niat dan kerja keras saja tidak cukup, dibutuhkan inovasi untuk mendatangkan perubahan. Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inovasi adalah penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat di desa dibutuhkan inovasi atau sesuatu yang baru untuk menunjang dan mendukung pelayanan kesehatan masyarakat ke arah perubahan yang lebih baik. Inovasi tidak harus dari sesuatu yang mahal, sesuatu yang dianggap berat atau sesuatu yang sulit dicari sehingga justru akan menjadi beban dan hambatan. Sebab inovasi sesungguhnya dapat memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita. Misalnya inovasi dalam bidang pelayanan kesehatan, masyarakat dapat menggunakan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga.
Berbicara tentang perubahan dalam berinovasi, ada sebuah desa dengan jarak yang jauh dari keramaian kota dengan segala yang serba ada serta medan yang cukup sulit sebab melewati jalanan yang curam, setapak yang dicor, tebing dan jurang. Namun, jajaran pepohonan kemiri menjadi pemandangan yang indah dan meneduhkan di setiap jalanan yang terjal. Desa tersebut adalah Desa Silaipui kecamatan Alor Selatan Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur.
Desa Silaipui terdiri dari 4 dusun dengan jarak per dusun yang cukup berjauhan dan medan yang berat membentuk karakter masyarakat Desa Silaipui sebagai masyarakat pekerja keras. Pekerjaan mereka bergantung pada alam sebab sebagian besar di antara mereka adalah petani. Selain dari itu mata pencaharian mereka adalah bertukang dan memelihara ternak. Selain masyarakat pekerja keras, masyarakat Desa Silaipui adalah juga masyarakat yang berbudaya dan beragama. Hal ini nampak jelas dalam harmoninya ikatan persaudaraan dan persekutuan di antara mereka. Dalam hal sumber daya manusia, masyarakat Desa Silaipui banyak yang berpendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang baik dalam pola pikir dan cara pandang tentang nilai-nilai kehidupan termasuk tentang pentingnya merawat kehidupan bayi balita dan ibu hamil.
Berbicara tentang merawat kehidupan bayi balita dan ibu hamil, Desa Silaipui termasuk daerah yang berjuang untuk meningkatkan status gizi keluarga. Hal ini tidak terjadi dengan sendirinya sebab dibalik sebuah kesuksesan meningkatnya status gizi keluarga, ada usaha dan perjuangan mama-mama kader yang penuh kasih dan perhatian untuk membuat inovasi dalam pengolahan pangan lokal yang pemanfaatannya di lakukan pada Pos Pelayanan Terpadu. Hal ini dilihat dari perubahan data jumlah bayi balita dengan kategori stunting mengalami penurunan. Menurut data yang didapat dari Puskesmas Apui, pada tahun 2A21 per Februari angka bayi balita yang masuk dalam kategori stunting yaitu 26 anak. Namun pada tahun 2A23 bulan Februari hasil penimbangan bayi balita menunjukkan angka bayi balita dengan kategori stunting di Desa Silaipui mengalami penurunanan menjadi 21 anak. Cerita inovasi pengolahan pangan lokal ini dimulai ketika mama-mama kader Desa Silaipui mengikuti Pelatihan Pengolahan Pangan Lokal dan Obat Tradisional di Kecamatan.
Alor Selatan, pada tanggal 15-17 Maret 2A22. Setelah kegiatan tersebut, salah seorang mama kader dari Dusun 4 Kalangmana Desa Silaipui yang Bernama Mama Bety Sir berbagi cerita pengalaman baik yang ia dapat ketika mengikuti kegiatan dan menerapkannya saat Posyandu. Ceritanya ia mulai dengan mengatakan, “Kami mengikuti pelatihan pangan lokal di Kecamatan Alor Selatan dengan narasumber dari Jogja yang mengajarkan tentang menu- menu makanan dari pangan lokal yang bisa dibuat. Setelah kembali dari pelatihan tersebut, pada saat posyandu kami mulai membuat kue dari labu untuk diberikan kepada anak-anak". Mama kader melanjutkan ceritanya di bulan berikutnya ketika pelayanan Posyandu, mereka berinovasi lagi untuk memanfaatkan pangan lokal yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka untuk memberi makanan yang sehat kepada bayi balita dan ibu hamil. Kader mengolah ubi kayu/singkong dibuat menjadi cake, ubi keladi dan ubi ungu dibuat menjadi bermacam-macam kue bolu. Cake ubi dicampur dengan daun kelor yang pernah juga dicicipi oleh dokter dan perawat saat mengikuti kegiatan Posyandu. “Di antara semua inovasi pengolahan makanan dari pangan lokal tersebut, yang menjadi makanan paling disukai anak-anak adalah biskuit bayi yang terbuat dari tepung pisang,“ Kata mama kader dengan girangnya.
Cerita mama kader pun berlanjut. Ia mengungkap secerca harapan, “Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan menggunakan pangan lokal setiap bulan kami berikan bahkan jika ada kegiatan-kegiatan di Desa, kue yang kami buat adalah dari pangan lokal. Untuk melakukan kegiatan PMT ini memang kami juga mengharapkan ada program dari pemerintah yang memberi perhatian dalam mengadakan inovasi pangan lokal untuk mendukung meningkatkan Kesehatan bayi balita dan ibu hamil. Namun, kami tidak menunggu dalam diam sebab ada program bersama dengan teman-teman kader. Kami melakukan swadaya secara sukarela dengan mengumpulkan bahan-bahan lokal yang kami miliki, karena kami kader sudah mendapatkan ilmu dari mengikuti pelatihan pengolahan pangan lokal sehingga kalau itu tidak kami lakukan maka tidak ada bedanya dengan orang yang tidak mengikuti pelatihan.
“Anak-anak yang mengikuti posyandu juga mengalami peningkatan kenaikan berat badan normal, karena selain mendapatkan PMT di posyandu orang tua anak juga diarahkan untuk memperhatikan gizi anak ketika dalam pengasuhan di rumah." Demikian cerita Mama Bety Sir, kader Dusun 4 Kalangmana Desa Silaipui.
Dari cerita mama kader kita belajar bahwa sesungguhnya Sang Pemilik Semesta telah menyediakan hal-hal baik dan berguna dari alam yang ada di sekitar kita untuk dikelola dengan inovasi yang baru dan berbeda. Pelatihan dan pendampingan dibutuhkan untuk memberikan pengajaran bahwa bahan-bahan lokal yang disediakan oleh alam yang dekat dengan kita bahkan menjadi bahan konsumsi setiap hari itu dapat dikelola dengan sesuatu yang berbeda yang mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Pisang yang biasanya hanya dibuat pisang goreng atau keripik, ternyata bisa juga dibuat menjadi tepung yang kemudian dikelola menjadi biskuit yang disukai anak-anak. Ubi keladi dan singkong yang biasanya hanya direbus untuk dikonsumsi dapat dibuat menjadi cake. Secara tidak langsung hal ini mengurangi kebiasaan anak-anak yang sering mengkonsumsi makanan ringan buatan pabrik. Inovasi Pengolahan Pangan Lokal adalah solusi tepat memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Dengan adanya inovasi pemanfaatan pangan lokal dalam kegiatan Posyandu sebagai PMT, membuat mama-mama kader semakin bersemangat untuk mencoba terus dan mengembangkan inovasi pangan lokal di posyandu. Hal ini dapat dilihat sebagai perubahan, di mana sebelumnya jarang adanya pemberian PMT kepada bayi balita dan ibu hamil. Namun, semenjak adanya inovasi pangan lokal pemberian PMT semakin meningkat dan rutin dilakukan setiap bulan. Kegiatan ini mempengaruhi jumlah kehadiran anak-anak di Posyandu yang semakin baik sebab dengan adanya inovasi PMT dari pangan lokal menarik perhatian dari anak-anak dan orang tua.
Biarlah cerita ini menjadi pembelajaran baik agar Posyandu menjadi tempat pelayanan Kesehatan yang menyenangkan, menyehatkan dan mewujudkan kehidupan generasi anak bangsa yang lebih baik terbebas dari gizi kurang, gizi buruk dan stunting.