Melampaui Angka: Menilai Dampak dan Efektivitas dalam Inisiatif Pengendalian Terpadu HIV
Juni 24, 2024Perjumpaan Berbuah Kepedulian
Juli 2, 2024Pelayanan Posyandu:
Antara Idealitas dan Realitas
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menjadi andalan layanan kesehatan berbasis masyarakat yang tetap eksis dalam berbagai situasi. Posyandu menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan ibu dan anak saat Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pasca bencana alam di suatu wilayah, Posyandu bisa langsung berfungsi, meski dilakukan di tenda-tenda darurat. Demikian juga saat pasca pandemi Covid-19, sempat terhenti karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat, Posyandu menjadi layanan kesehatan di tingkat desa yang langsung bisa berjalan kembali. Hal ini karena Posyandu dibentuk bersumberdaya masyarakat sendiri, dilakukan secara swadaya dengan melibatkan kader-kader kesehatan yang berangkat dari semangat kerelawanan.
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2A23 tentang Kesehatan baru saja disahkan DPR RI dan diundangkan oleh pemerintah Indonesia, menggantikan UU Nomor 36 tahun 2AA9. Pasal 32 ayat 1 UU Kesehatan baru ini menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan primer diselenggarakan melalui suatu sistem jejaring pelayanan kesehatan yang saling berkoordinasi dan bekerja sama. Disebutkan juga dalam ayat 2 bahwa Puskesmas mengoordinasikan sistem jejaring pelayanan kesehatan primer di wilayah kerjanya. Berdasarkan ketentuan ini, struktur jejaring pelayanan kesehatan dirancang sampai tingkat desa, baik fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, unit pelayanan kesehatan di tingkat desa maupun upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Unit Pelayanan Kesehatan di tingkat desa disebutkan, minimal dilaksanakan oleh kader kesehatan yang ditugasi oleh desa dan tenaga kesehatan. Ketentuan struktur jaringan pelayanan kesehatan sampai tingkat desa ini membawa peluang penguatan Posyandu yang diampu oleh kader kesehatan dan adanya petugas kesehatan yang melayani dan tinggal di desa. Namun peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan secara merata agar memenuhi standar pelayanan ini belum dapat berlaku sampai ke desa-desa yang terpencil yang jauh dari pusat kabupaten/kota.
Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan primer berbasis masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan Posyandu. Sebagai layanan kesehatan dasar bersumber daya masyarakat, pendampingan Posyandu bisa dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui Puskemas, namun Posyandu berada di lingkup desa sehingga berada di bawah naungan administrasi Pemerintah Desa. Maka Kementerian Kesehatan sedang mengupayakan peningkatan pelayanan primer melalui pengembangan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang menyatukan layanan kesehatan Pustu di tingkat desa yang dibuat Dinas Kesehatan dan Posyandu yang dibuat Desa. Layanan Pustu diarahkan untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk seluruh sasaran siklus hidup manusia dan memperkuat peran pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di desa. Keberadaan Pustu sebagai unit pelayanan kesehatan di desa dan mendukung pemberdayaan masyarakat desa dengan konsep layanan di dalam dan di luar gedung. Pelayanan di dalam gedung diupayakan dengan menyediakan sarana dan prasarana sesuai standar. Sedangkan kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan memberikan ruang untuk aktivitas kader dalam membuat perencanaan dan pemberdayaan masyarakat, manajemen kader Posyandu, dan kunjungan rumah.
Posisi Posyandu menjadi strategis karena berangkat dari prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat untuk melaksanakan program pelayanan kesehatan di tingkat desa. Peran strategis Posyandu inilah yang kemudian dipilih untuk menjalankan pelayanan kesehatan di tingkat desa dengan pendekatan siklus hidup manusia. Melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor 2A15 tahun 2A23 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, Posyandu yang melayani seluruh siklus hidup manusia dilakukan berbasis program yaitu Posyandu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Posyandu Remaja, Posbindu Penyakit Tidak Menular (PTM), dan Posyandu Lansia.
Apa itu Posyandu?
Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat. Posyandu dikelola dan diselenggarakan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Keberadaan Posyandu sangat diperlukan dalam mendekatkan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat, utamanya terkait dengan upaya peningkatan status gizi masyarakat serta upaya kesehatan ibu dan anak. Meski dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, namun peran dan dukungan dari petugas Puskesmas dan lembaga terkait lainnya sangat penting untuk memfasilitasi pelaksanaan berbagai kegiatan kesehatan di Posyandu.
Kegiatan Posyandu dimulai pada tahun 1975 saat Departemen Kesehatan saat itu menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Melalui PKMD, strategi pembangunan kesehatan dilakukan dengan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan yang ada di lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program dan lintas sektor. Beberapa kegiatan PKMD seperti upaya perbaikan gizi yang dilaksanakan melalui Karang Balita, penanggulangan diare dilaksanakan melalui Pos Penanggulangan Diare, pengobatan masyarakat melalui Pos Kesehatan, serta imunisasi dan Keluarga Berencana (KB) melalui Pos lmunisasi dan Pos KB Desa.
Keberadaan PKMD sebenarnya cukup menguntungkan masyarakat karena memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, namun ternyata juga menjadikan pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi, serta memerlukan lebih banyak sumber daya. Oleh sebab itu, pada tahun 1984, pemerintah membuat kebijakan melalui lnstruksi Bersama Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang disebut Posyandu. Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep GOBI- 3F (Growth Monitoring, Oral Rehydration, Breast Feeding, lmunization, Female Education, Family Planning, dan Food Suplementation) yang diterjemahkan dalam 5 kegiatan Posyandu, yaitu KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.
Melalui lnstruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 199A tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu, seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu Posyandu. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah (Pemda). Maka selanjutnya, Posyandu bertambah secara masif karena desa-desa atau kelurahan membentuk Posyandu.
Dalam perkembangannya, Posyandu tidak hanya melakukan pelayanan kesehatan dan gizi saja tapi mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat seperti pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial. Hal ini sesuai dengan sifat pembentukan Posyandu yang fleksibel, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, permasalahan dan kemampuan sumber daya yang ada di masyarakat.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2A18, jumlah Posyandu di Indonesia mencapai 283.37A dan sebanyak 173.75A atau sekitar 61,32% merupakan Posyandu aktif. Kriteria Posyandu aktif, meliputi: Pertama, melakukan kegiatan rutin Posyandu minimal 1A kali per tahun; Kedua, memiliki minimal 5 orang kader; Ketiga, cakupan pelayanan kegiatan KIA, Gizi, imunisasi, KB dengan minimal 5A%; Keempat, memiliki alat pemantauan pertumbuhan; Kelima, ada kegiatan pengembangkan kesehatan minimal 1 kegiatan (remaja, usia kerja, lansia, tanaman obat keluarga, penanggulangan penyakit).
Layanan Ideal Posyandu
Pembentukan Posyandu dilakukan atas prakarsa Pemerintah Desa dan masyarakat yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Desa. Posyandu biasanya berkedudukan di tingkat dusun dengan kader yang memenuhi kriteria tertentu. Pengurus Posyandu keanggotaannya dipilih dari masyarakat setempat. Pengurus Posyandu terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Bidang Kesehatan dan bidang lainnya sesuai kebutuhan. Kepengurusan Posyandu biasanya ditetapkan berlangsung selama 5 tahun bisa menjabat paling banyak 2 periode. Selanjutnya, Posyandu dipersyaratkan memiliki tempat berupa bangunan serta prasarana dan peralatan untuk mendukung pelayanan.
Pelayanan Posyandu dilakukan untuk mengetahui status kesehatan bayi dan balita, mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak, memperoleh kapsul Vitamin A dua kali dalam setahun pada bulan Februari dan Agustus, mendapatkan imunisasi secara lengkap, mendeteksi awal gangguan pertumbuhan berat badan dan panjang/tinggi badan anak, sebagai upaya pencegahan gizi buruk dan stunting serta dapat dirujuk segera ke Puskesmas terdekat, dan memperoleh penyuluhan tentang kesehatan bayi dan balita. Bagi ibu hamil, nifas dan menyusui, Posyandu dilaksanakan untuk memantau berat badan dan pengukuran lingkar lengan atas, memperoleh Tablet Tambah Darah (TTD) serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bagi ibu yang sedang hamil, memperoleh penyuluhan kesehatan tentang kesehatan ibu (perencanaan kehamilan, gizi untuk ibu hamil dan ibu menyusui, dan sebagainya).
Standar pelayanan Posyandu untuk bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui cukup sederhana meliputi lima langkah kegiatan yaitu: Langkah 1 Pendaftaran, Langkah 2 Penimbangan Berat Badan dan Pengukuran Panjang Badan, Langkah 3 Pencatatan, Langkah 4 Penyuluhan Kesehatan, dan Langkah 5 Pelayanan Kesehatan (imunisasi, KB). Langkah pertama di meja 1 kader Posyandu akan mendaftar bayi/balita dan ibu hamil yang hadir. Kemudian di meja 2, kader melakukan penimbangan bayi/balita dan ibu hamil, mengukur lingkar lengan atas (LILA) ibu hamil. Selanjutnya, di meja 3 dilakukan pencatatan hasil penimbangan di Kartu Menuju Sehat (KMS) dan menilai berat badan naik atau tidak naik, dan mencatat hasil pengukuran LILA ibu hamil. Di meja 4, kader memberikan penyuluhan dan konseling dan pemberian makanan tambahan (PMT). Petugas kesehatan yang datang akan memberikan layanan imunisasi dan layanan kontrasepsi KB di meja 5. Tenaga kesehatan Puskesmas dapat melakukan pelayanan suntikan KB dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang serta tenaga yang terlatih dapat dilakukan pemasangan IUD dan implant. Sedangkan pelayanan KB yang dapat diberikan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan.
Selain itu, untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, petugas kesehatan menyelenggarakan Kelas lbu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan Kelas Ibu Hamil antara lain berupa penyuluhan tentang tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi. Ada juga informasi tentang perawatan payudara dan pemberian ASI, peragaan pola makan ibu hamil, peragaan perawatan bayi baru lahir dan senam ibu hamil. Pelayanan KIA untuk bayi dan anak balita diupayakan dilakukan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita dibiarkan untuk bermain sesama balita dengan pengawasan orangtua dan di bawah bimbingan kader. Oleh sebab itu, Posyandu juga bisa menyediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: Penimbangan berat badan; Penentuan status pertumbuhan; Penyuluhan dan konseling; Pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang anak oleh tenaga kesehatan Puskesmas. Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program terhadap bayi dan ibu hamil.
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe). Apabila ditemukan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK), balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada di bawah garis merah (BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke Puskesmas atau Poskesdes.
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan melalui pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut akan diberikan obat Zinc oleh petugas kesehatan.
Realitas
Tugas yang dibebankan ke kader Posyandu cukup menumpuk, baik sebagai penyuluh, pencatat, penggerak dan pencegahan stunting. Tugas sebagai penyuluh yaitu melakukan kegiatan promotif meliputi edukasi kepada ibu hamil serta ibu dengan bayi dan balita. Tugas sebagai pencatat yaitu melakukan kegiatan preventif meliputi deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan balita. Sedangkan tugas sebagai penggerak yaitu mendorong terlaksananya promosi kesehatan dan pencegahan stunting, terlibat aktif dalam forum desa dan bekerjasama dengan sektor lain.
Di sisi lain, Posyandu juga dibebani dengan konsep pengintegrasian layanan sosial dasar meliputi: pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, kesehatan lanjut usia, Bina Keluarga Balita (BKB), Pos PAUD, percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, kesehatan reproduksi remaja, dan peningkatan ekonomi keluarga.
Berbagai tugas yang dibebankan ke Posyandu tersebut seringkali tidak diikuti dengan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader Posyandu, penyediaan sarana pendukung pelayanan yang memadai, dan insentif bagi kader yang terbatas. Belum lagi, situasi politik Desa seringkali berpengaruh pada keberadaan kader Posyandu. Kepala Desa yang baru terpilih bisa saja dengan mudah mengganti kader Posyandu yang sudah terlatih karena perbedaan pilihan saat pemilihan kepala desa (pilkades). Hal ini membuat beberapa kader baru belum bisa menerapkan standar pelayanan di posyandu, seperti pengukuran LILA, pengisian KMS, penyuluhan, dan pemberian PMT berbahan pangan lokal. Sementara pelatihan bagi kader Posyandu yang merupakan tugas Dinas Kesehatan tidak rutin dilakukan karena keterbatasan anggaran yang tidak cukup untuk melatih semua kader Posyandu.
Banyak desa juga sudah ada pengadaan dan distribusi alat kesehatan baik yang diberikan oleh Dinas Kesehatan, Pemerintah Desa, maupun supporting lembaga lain. Peralatan ini sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan dan sebagian dalam bentuk digital seperti timbangan bayi dan balita, yang menggantikan dacin, alat pemeriksaan tekanan darah, alat pemeriksaan suhu badan. Namun, seringkali kader tidak mendapatkan pelatihan penggunaan alat digital baru tersebut sehingga pemeriksaan dalam Posyandu masih terjadi kesalahan.
Intervensi Program
UPKM/CD Bethesda YAKKUM selama lebih kurang dua tahun telah melakukan intervensi program untuk meningkatkan kualitas pelayanan Posyandu di 3A desa di Alor, Malaka dan Sumba Timur. Upaya awal yang dilakukan yaitu meningkatkan inisiatif kesehatan dan dukungan sosial secara swadaya. Selama dua tahun berjalannya program, semua desa mitra telah menunjukkan swadaya inisiatif kesehatan dan dukungan sosial, antara lain berupa pemanfaatan bahan pangan lokal/kebun gizi, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pengembangan herbal (kebun tanaman obat dan produksi), perbaikan sanitasi, penanganan penyakit menular (TBC) dan pencegahan penyakit tidak menular.
Secara khusus, bentuk inisiatif kesehatan berkaitan dengan pelayanan Posyandu yaitu munculnya kesadaran masyarakat untuk membuat kebun pangan lokal dengan tanaman sayur dan umbi-umbian, baik oleh individu maupun kelompok. Sebagian hasil panen kebun gizi dan kolam ikan diberikan untuk keluarga yang memiliki anak gizi buruk, gizi kurang dan stunting. Mulai berkembang juga kegiatan keluarga yang memiliki balita untuk membuat kebun gizi di pekarangan rumah. Para kader juga memiliki inisiatif mengumpulkan bahan pangan lokal, memproduksi tepung mokaf dari singkong untuk diolah menjadi kue, dan membuat aneka kue untuk pemberian makanan tambahan di Posyandu. Ada juga keterlibatan orang dengan disabilitas yang membuat kue dari bahan pangan lokal untuk diberikan kepada balita di Posyandu.
Bentuk-bentuk dukungan sosial yang muncul dari swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan Posyandu, antara lain berupa pemberian makanan tambahan dari bahan makanan lokal (kelor, ubi, labu kuning) untuk bumil KEK, bayi dan balita gizi buruk, gizi kurang dan stunting. Ada juga orang tua bayi dan balita yang mengumpulkan iuran berupa bahan pangan lokal (pisang dan ubi) atau dalam bentuk uang pada saat kegiatan Posyandu. Iuran ini digunakan untuk pemberian makanan tambahan bagi balita. Bentuk dukungan lainnya berupa pemberian makanan tambahan untuk balita di Posyandu dengan sistem iuran sebesar Rp 5.AAA untuk 2 potong kue dari bahan pangan lokal. Uang hasil iuran digunakan untuk membeli bahan untuk bulan berikutnya. Kader Posyandu mulai menggunakan pangan lokal (biskuit pisang, nuget ayam, abon ikan dan bakso tahu) dalam PMT untuk balita gizi kurang, buruk dan stunting.
Selama ini, banyak Pemerintah Desa (Pemdes) belum memprioritaskan Posyandu sebagai program utama, sehingga porsi anggaran belum memenuhi harapan masyarakat. Oleh sebab itu, melalui program ini, inisiatif kesehatan dan dukungan sosial tersebut selanjutkan disusun dalam rencana aksi masyarakat yang diusulkan bisa terintegrasi dalam anggaran pembangunan desa. Sudah 29 desa mitra yang menerima rumusan rencana aksi inisiatif kesehatan dan dukungan sosial yang teritegrasi dan didanai dari anggaran pembangunan desa. Nilai anggaran pembangunan desa di 9 desa mitra di area Malaka yang mendukung inisiatif kesehatan dan dukungan sosial sekitar Rp 1.654.5AA.AAA selama dua tahun berjalannya proyek. Sedangkan di area Sumba Timur sebanyak 1A desa yang mengintegrasikan rencana aksi desa yang disusun masyarakat ke dalam anggaran desa dengan nilai sekitar Rp 913.212.AAA. Di area Alor ada 1A desa mitra yang mengintegrasikan inisiatif kesehatan dan dukungan sosial ke dalam anggaran desa dengan nilai sebesar Rp459.537.964.
Integrasi inisiatif kesehatan dan dukungan sosial dalam pendanaan desa ini cukup membantu peningkatan kualitas pelayanan di Posyandu. Beberapa anggaran desa yang mendukung kegiatan Posyandu antara lain pembangunan sarana Posyandu, pemberian makanan tambahan untuk balita dan bumil, penambahan tenaga kesehatan desa (perawat, bidan atau tenaga gizi), transportasi Desa Siaga untuk membantu ibu yang akan melahirkan, insentif kader Posyandu, pelatihan kader Posyandu, pembelian alat kesehatan untuk Posyandu, pengadaan mebel untuk perlengkapan Posyandu, dan sebagainya.
Dukungan pendanaan oleh 29 dari 3A Pemerintah Desa dampingan sudah banyak yang sesuai dengan kebutuhan Posyandu dan kegiatan yang diusulkan masyarakat dalam Rencana Aksi Desa, misalnya untuk pemberian makanan berbasis pangan lokal, penyediaan alat kesehatan untuk Posyandu, penambahan tenaga kesehatan di desa, pelatihan di desa, pembangunan jamban sehat untuk keluarga miskin yang belum memiliki sarana sanitasi yang layak, dan sebagainya. Namun, kurangnya koordinasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Pemerintah Desa dalam rencana pembelanjaan sarana di Posyandu, serta penyediaan anggaran untuk pelatihan, sehingga menimbulkan masih ada yang mengalami kekeliruan dalam penganggaran dan pembelanjaan barang.
Peran Strategis Posyandu ke depan
Kebijakan pemerintah yang memfokuskan transformasi Pelayanan Kesehatan Primer dengan pendekatan siklus hidup manusia sekaligus sebagai fokus penguatan promosi dan pencegahan, membawa konsekuensi semakin memperkuat peran strategis Posyandu ke depan. Upaya memperkuat promosi dan pencegahan dalam pelayanan kesehatan ini akan dilakukan Dinas Kesehatan melalui jejaring hingga tingkat desa dan dusun. Salah satu area reformasi dan strategi kunci reformasi sistem kesehatan yang digagas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yaitu revitalisasi dan digitalisasi Posyandu serta pengaktifan kader kesehatan. Di sini Puskesmas bersama Posyandu kembali menjadi andalan. Namun, salah satu syarat yang perlu menjadi perhatian pentingnya prioritas anggaran kesehatan untuk upaya promotif-preventif.
Sasaran siklus hidup manusia dalam layanan Posyandu mengikuti layanan kesehatan terintegrasi bagi ibu hamil, balita, remaja, usia dewasa dan usia lanjut. Layanan posyandu terutama untuk kegiatan promotif dan preventif berupa penyuluhan, deteksi dini, rapid test, imunisasi, dan pemberian makanan tambahan.
Penataan Posyandu dengan pendekatan siklus hidup manusia ini dirasa penting untuk menjadikan pelayanan kesehatan primer di tingkat desa lebih holistik dan tidak parsial. Pelayanan Posyandu sesuai siklus hidup manusia, mulai dari anak dalam kandungan, ibu bersalin, remaja sampai lansia diharapkan akan lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar ke masyarakat.
* (Sukendri Siswanto)