Memperjuangkan Anggaran untuk Program HIV dan AIDS di Belu
Desember 12, 2023Jamu Kekinian: Tren Baru dalam Sebuah Gelas
Januari 4, 2024Mengisi Energi agar Lebih Berdaya
Apa yang terjadi pada kita, marilah belajar dengan baik, tetap berpikir positif, walaupun masa lalu yang buruk. Kita tidak boleh berlama-lama di masa itu, kita tetap terus bangkit dan tidak larut dalam masa penyesalan.” Demikian disampaikan oleh Abdi Keraf, Psikolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Nusa Cendana Kupang selaku fasilitator dalam Training Penerimaan Diri bagi Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Pelatihan yang diselenggarakan oleh UPKM/CD Bethesda YAKKUM wilayah Belu dilaksanakan pada 8 Oktober 2021 di Hotel Nusantara Dua.
Lebih lanjut Abdi Keraf mengajak peserta untuk tidak larut dalam masalah, dan harus segera bangkit. Menurutnya Dosen Psikologi ini, setiap manusia memiliki jalan hidup sendiri karena setiap orang menemukan tantangan dan problem masing-masing. “Tidak semua orang itu bisa menyelesaikan semua masalahnya, tetapi yakini kita sendiri mampu untuk mengatasi masalah,” ungkapnya.
Abdi Keraf menyatakan bahwa penerimaan diri harus melalui proses pembelajaran dan pembiasaan atau pelatihan secara terus-menerus dalam berpikir, merasa, dan senantiasa berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari.
Metode pendekatan pelatihan dilakukan secara komprehensif, mulai dari indentifikasi kasus dan masalah pribadi, kemudian mendiskusikan dalam kelompok, dan puncaknya memperagakan kasus-kasus tersebut melalui psikodrama. Pelatihan ini meningkatkan kemampuan peserta dalam melakukan terapi efektif dengan memberi penguatan, membangun kepercayaan diri untuk menerima diri apa adanya, dan mampu beradaptasi dengan keluarga dan masyarakat sekitar.
Sebagai ODHIV, saat mengetahui dirinya positif HIV muncul masalah psikologis seperti rasa malu, frustasi, kecemasan, stres, marah, depresi, penyangkalan, dan kesedihan yang mendalam. Hal ini bisa terjadi karena ODHIV mendapatkan stigma. Stigma adalah label yang melekat pada diri seseorang. ODHIV seringkali mendapatkan stigma negatif bahwa virus yang masuk ke dalam dirinya akibat perilaku buruk. Salah satu penyebab terjadinya stigma ini antara lain karena kurangnya informasi tentang HIV dan AIDS. Ketika masyarakat melabeli sesuatu yang berimplikasi pada diskriminasi maka akan menimbulkan dampak psikologis bagi orang yang distigma. Perlu upaya untuk mengatasi stigma ini baik dari sisi ODHIV maupun masyarakat. ODHIV perlu mengenal dan mengidentifikasi potensi diri agar tidak mampu melakukan penerimaan diri dan meningkatkan kualitas hidup untuk masa depannya. Sementara masyarakat perlu terus dilakukan edukasi agar memiliki pemahaman yang benar tentang HIV dan AIDS sehingga tidak melakukan stigma dan diskriminasi pada ODHIV.
Pasca pelatihan ada ODHIV terbuka tentang statusnya dan memberi motivasi kepada teman sebaya yang lain melalui media sosial facebook. Bagi KDS, pelatihan penerimaan diri ini dapat meningkatkan motivasi untuk menjalani kehidupan menjadi lebih baik berdasarkan potensi diri yang dimiliki.
Training Penerimaan Diri di Kota Yogyakarta
“Membereskan problem dalam diri kita dapat dilakukan dengan memiliki kesadaran terhadap diri serta menyadari kelemahan dan kekuatan kita. ,” tutur YB. Cahya Widiyanto. Sepenggal kalimat ini telah menggugah dan menjadi dasar untuk membangkitkan semangat dan meningkatkan kualitas hidup melalui pelatihan penerimaan diri bagi ODHIV yang dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 14-15 September 2021 di Hotel Delaxston.
Cahya Widiyanto, Ph.D, dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai fasilitator menyampaikan beberapa hal dalam pengembangan kemampuan ODHIV, yaitu menyadari potensi, situasi diri, mencapai resiliensi, keberdayaan diri optimal dan penerimaan diri.
Topik sharing dan diskusi tentang pengalaman kasus, situasi sosial dan dampak psikologis sebagai ODHIV dilakukan dengan metode menggali cerita diri. Tiap peserta diminta untuk bercerita tentang dirinya di dalam kelompok dan menuliskan satu kata positif untuk teman dalam satu kelompoknya. Kata positif dituliskan sesuai cerita yang sudah disampaikan kemudian diserahkan ke orang yang bersangkutan. Selanjutnya fasilitator mengeskplorasi lebih dalam kepada peserta untuk menyampaikan perasaannya berdasar dari kalimat positif yang ditulis temannya.
“Keinginan untuk sehat kembali sangat menginspirasi dan menjadi pengalaman yang luar biasa,” ungkap Bintang. Kemudian Langit menyampaikan, “Saya merasa merinding, karena ada sentuhan di dalam diri saya agar kita menjadi orang yang lebih baik lagi.”
Alam pun mengeskpresikan perasaannya, “Saya terharu, karena saya pernah ingin mengakhiri hidup setelah tahu status HIV. Pertama kali terdeteksi kondisi saya masih fit tanpa gejala, dan ketika minum ARV tubuh malah terasa sakit, sehingga proses adaptasi sangat sulit. Untungnya saya dikelilingi oleh orang baik yang selalu mensupport saya sehingga saya tidak pernah putus ARV.”
Penerimaan diri adalah sikap positif terhadap fakta dan realita dalam segala kelebihan dan kekurangan. Dampak tidak menerima diri antara lain marah, sedih dan mudah luka. Orang yang menolak diri akan merasakan waktu berjalan begitu panjang, namun sebaliknya orang yang hidupnya bahagia hidup terasa singkat.
Di akhir pelatihan salah satu peserta mengungkapkan bahwa banyak hal baru yang didapat. Bisa mengisi energi agar semakin semangat dan berdaya lagi, serta jangan berhenti minum obat. *(Heri Ahmadi).